Image source:
allahsword.com
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi Masa, Sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang yang
beriman, beramal sholeh, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling
menasehati dalam kesabaran.” (Al Ashr: 1-3)
A. Dakwah di Masyarakat Pedesaan
Image source: adventure.com
Pengertian
dari Masyarakat Pedesaan adalah menurut Paul H. Landis, masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang
yang mendiami suatu wilayah tertentu dan penghuninya mempunyai hubungan erat
dan mempunyai perasaan yang sama terhadap adat kebiasaan yang ada, serta
menunjukkan adanya kekeluargaan di dalam kelompok mereka, seperti gotong royong
dan tolong-menolong.
Desa, kampung atau dusun merupakan area pemukiman yang biasa terletak di daerah dataran tinggi dan jauh dari keramaian kota, dengan mata pencaharian yang relatif sama antar warganya seperti bertani, nelayan dan berternak (lebih mengutamanakan potensi alam), dan sangat bersifat toleran dalam arti sangat mementingkan aspek kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama warga di desanya. Dibawah ini merupakan beberapa ciri-ciri masyarakat pedesaan yang akan berkaitan erat dengan penggunaan metode dakwah yang efektif di pedesaan.
Image source: seukee.desa.id
Ada
beberapa karakteristik dakwah di daerah pedesaan antara lain yaitu :
1)
Metode dakwah yang biasa dilakukan di pedesaan biasanya secara langsung
misalnya dengan pengajian, tabligh akbar dan face to face, hal
ini disebabkan karena waktu dan
rutinitas yang dilakukan orang pedesaan relative masih rendah atau masih banyak
waktu kosong serta sikap individualismenya masih rendah. Dan menjadikan masjid
atau musholah sebagai tempat utama dalam berdakwah serta pesantren sebagai
tempat utama untuk pendidikan anaknya.
2) Dari aspek penda’i biasanya cenderung lebih bersifat otoriter dalam
hal penyampaian materi dakwahnya, hal ini karena sifat mad’u nya yang pasif dan
mudah menerima bukan kritikal sehingga dengan sikap otoriter membuat mad’u
mudah menerima apa saja yang disampaikan oleh da’i.
3) Materi dakwah di pedesaan biasanya lebih bersifat agamis contohnya
seperti: ibadah, fikih, akhlak dan muamalah. Masyarakat pedesaan tidak begitu
suka dengan materi dakwah yang disangkutpautkan dengan ilmu teknilogi ataupun
politik negara.
4) Citra da’i menjadi hal yang sangat penting dalam menyampaikan
dakwah di pedesaan dibandingkan dengan isi dakwah itu sendiri karena sifat masyarakat
desa yang sangat menghargai orang-orang yang berilmu dan jiwa
sosialitasnyatasnya yang tinggi.
5) Masyarakat di pedesaan lebih menyukai dakwah
yang sesuai dengan tradisi mereka yang telah ada, artinya tidak mudah untuk
menerima pemahaman baru yang berbeda dengan pemahaman islam yang telah ada di
desa tersebut.
B. Dakwah
di Masyarakat Perkotaan
Image source: wall.alphacoders.com
Masyarakat
perkotaan sering disebut urban community. Masyarakat kota lebih ditekankan pada
sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat
pedesaan. Selain itu, definisi dari masyarakat perkotaan, adalah sekumpulan
orang yang tinggal di suatu tempat yang kehidupannya sudah serba modern.
Problematika
Dakwah Menghadapi Dinamika Masyarakat Perkotaan
Image source: unsplash.com
Dakwah
akan berhadapan dengan dimensi masyarakat, yang dari kurun ke kurun berkembang
dan memiliki karakternya masing-masing. Dakwah yang efektif tentu harus cerdas
dalam memainkan peran dan fungsinya agar fungsi rahmatan lil `alamin yang
dipikulnya dapat bekerja optimal. Dengan kata lain, modal dakwah pada setiap
zaman tentu akan berbeda, karena mesti dibawakan, dikomunikasikan, disesuaikan
dengan karakter zamannya. Pesan Rasulullah SAW sangat jelas, "khotibunnasi
‘ala qodri `uqulihim‘; "khotibunnas ‘ala lughotihim" Dakwah harus
mampu berkomunikasi secara efektif, disesuaikan dengan kondisi dan karakter
masyarakat yang menjadi obyek dakwahnya.
Bila
cara dan muatan dakwah tidak "match" dengan situasi/kondisi dan
tuntutan dakwah, sangat mungkin dakwah tersebut ditinggalkan orang. Aktivis dakwah seharusnya mengenal dan
memahami karakter medan dakwahnya. Kehidupan masyarakat di masa dakwah kita
adalah masyarakat yang tata dan pola kehidupannya sangat complicated, baik
kecenderungan (trend), gaya (style), kebiasaan (habit), ataupun keinginan dan
kebutuhan mereka (will and need). Budaya global juga menjadi salah satu pemicu
berubahnya secara signifikan pola dan tata kehidupan masyarakat.
Solusi Dakwah
Menghadapi Dinamika Masyarakat Perkotaan
Image source: pekanbaru.tribunnews.com
Agar
dakwah dalam konteks kekinian dan kedisinian kita dapat berdaya guna dan
berhasil guna maka diperlukan para juru dakwah yang professional dengan
kemampuan ilmiah, wawasan luas yang bersifat generalis, memiliki kemampuan
penguasaan, kecakapan, kekhususan yang tinggi. Orang yang seperti ini adalah
orang yang percaya diri, berdisiplin tinggi, tegar dalam berpendirian dan
memilik integritas moral keprofesionalan yang tinggi. Untuk menjadi tenaga dakwah yang professional, menurut Prof. Dr.
H. Djudju Sudjana (1999), seorang da’i harus memiliki tiga kompetensi, yaitu
kompetensi akademik, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial.
Menghadapi
mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang
semakin kompleks, maka diperlukan dapat bersaing di bursa informasi yang
semakin kompetitif. Ada beberapa rancangan kerja dakwah yang dapat dilakukan
untuk menjawab problematika umat:
Pertama:
Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat;
Kedua :
Menyiapkan profil strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur
kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
Ketiga:
Membuat peta sosial umat sebagai sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan
dakwah.
Keempat:
Mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbabagi
perencanaan dakwah baik secara internal umat maupun secara eksternal.
Kelima:
Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih profesional dan
berorientasi pada kemajuan iptek. Keenam: Menjadikan masjid sebagai pusat
kegiatan ekonomi, kesehatan, dan kebudayaan umat Islam.
Sukses tidaknya suatu kegiatan dakwah bukanlah
diukur melalui gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengn ratap
tangis mereka. Kesuksesan dakwah dapat dilihat pada bekas yang ditinggalkan
dalam benak pendengarnya ataupun tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, tidak dapat lain dakwah Islam harus dilaksanakan
secara efektif. Efektifitas dapat diartikan sampai dimana suatu organisasi
dapat mencapai tujuan-tujuan utama yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya
dengan proses dakwah, maka efektifitas dakwah dapat diukur melalui tingkat
keberhasilan dakwah dalam mencapai tingkat output
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu terbentuknya kondisi
yang Islami.